Chapter 2: Pion Catur Terkuat


I

 

Tiga hari setelah dia diberi misi spesial.

 

Pleton Special Force yang dibawah komando Olivia menuju benteng Lamburt yang ditempati oleh Bandit. Tujuan mereka adalah hutan sebelah barat daya Benteng Gallia, dekat ke pertengahang antara Benteng Gallia dan Kastil Kaspar.

 

Dua puluh prajurit muda ditemani Olivia. Biasanya, sebua pleton harusnya mempunyai 50 sampai 100 prajurit, jadi 20 adalah jumlah yang terlalu kecil. Dan 20 prajurit itu baru saja mendaftar 2 bulan yang lalu. Mereka semua sangat kelelahan dan berusaha untuk mengikuti Olivia, dan diantara sejumlah mereka ada Asthon yang menggunakan tombaknya seperti tongkat yang berjalan.

 

Keberhasilan bertahan hidup dari rekrutan baru yang akan menjadi adalah satu dari tiga. Bagaimanapun, pertempuran pertama Ashton dan teman-temannya tidak sesederhana itu. Alasan itulah yang membuat misi mereka sudah  dicoba sebelumnya beberapa kali, dan percobaan sebelumnya hasilnya lebih dari 90% kematian. Meskipun semua itu, tidak ada seorang veteranpun yang mengambil bagian dalam misi ini. Olivia mungkin salah satu dari pleton ini yang punya pengalaman bertempur.

 

Ashton yang menarik napas dalam-dalam dan dia melihat Olivia di depannya.

 

(tidak tidak, itu tidak mungkin.)

 

Dia mendengar alasan Olivia ditunjuk sebagai Perwira Tinggi oleh Maurice, tapi Ashton masih tidak mempercayainya. tidak mungkin tangan ramping itu punya kekuatan untuk memenggal kepala.

 

Sesuatu terjadi pada Ashton saat ini. Saat dia memikirkan mengenai itu, dia menyadari sesuatu.

 

(Ngomong-ngomong, aku belum melihat Maurice baru-baru ini...)

 

Senyuman tidak karuan Maurice teringat di pikirannya. Ashton yanng tidak sedekat itu pada nya, tapi dia adalah rekan yang menerima 'perintah' spesial bersama dengannya lagipula. Dia pasti berbohong jika dia berkata dia tidak peduli.

 

"Hey, apa kau melihat Maurice tadi?"

 

Ashton menanyai pemuda berambut hitam, Guile, disampingnya.

 

"Hah? Maurice...? Saat kau menyebutnya, aku belum melihat pria itu sudah lama."

 

Guile yang punya wajah mengerikan mengangkat kepalanya dan menjawab dengan tidak sabar.

 

"Kau tidak tahu yah, Guile... Apa seseorang melihatnya?"

 

Ashton berbalik ke belakang, dan Guile mengikuti pandangannya. Didepan mereka adalah sekelumpok rekrutan yang terkejut, mata mereka kosong.

 

"-- Lupakan, tidak mungkin mereka tahu. Mereka semua tiba di benteng lebih baru dari kami, dan tidak pernah melihatnya sama sekali."

 

Denga begitu, Guile melihat Ashton dari kepala sampai kaki.

 

"A-Ada apa?"

 

"Tidak, aku hanya terkejut kau masih bisa khawatir mengenai orang lain. Aku cemburu."

 

Guile mengangkatkan bahu. Ketika dia mendengar itu, Ashton melambaikan tangannya:

 

"Tidak tidak, tidak sama sekali! Itu hanya biasa bagiku, aku juga kesusahan."

 

"Yah, terserah. Takdir kami sudah ditentukan bagaimanapun."

 

Banyak dari rekrutan dan seorang gadis pemimpin yang meragukan. Mereka tidak tahu apa yang sedang direncanakann, tapi kata-kata Guile menjelaskannya. Tidak seorangpun berkata dengan keras, tapi mereka semua merasa bahwa rencananya akan gagal.

 

Mereka juga tahu bahwa mereka akan mati selama gagalnya rencana---

 

"Hey, Ashton, Ashton!!"

 

Ketika dia menyadarinya, Olivia memperhatikannya dengan pipinya yang tembem. Ashton terkejut karena betapa dekatnya dia, dan tersentak ke belakang. Olivia memiringkan kepalanya dengan bertanya-tanya. Dia melakukannya begitu saja, tapi Ashton bagaimanapun terpesona olehnya.

 

"K-Kau tdiak harus teriak, aku bisa mendengarmu. Atau, tolong pelankan suaramu. Kami tidak ingin menarik perhatian dari feral Beast."

 

Tidak seperti dataran dipopulasi oleh manusia dengan desa-desa, ada banyak feral beast yang bersembunyi di hutan. Jika manusia adalah penguasa daratan, lalu feral beast menguasai seluruh hutan dan bukit. Meskipun prajurit tentara hanyalah mangsa bagi Beast.

 

Ketika Ashton memberinya saran, Olivia mengabaikannya, dan berkata:"Jika beast datang, kita hanya perlu membunuhnya dan memakannya." Dia bahkan tersenyum ketika dia mengatakan itu. Ashton bingung karena dia lupa dia adalah atasannya, menggigit lidahnya dan membuat suara"blearghh" tiga kali.

 

"Uwah! Apa kau berpura-pura menjadi burung!? Menarik, biar aku coba!"

 

"Aku tidak sedang berpura-pura menjadi burung!"

 

Ashton menjawab dengan reflek, yang membuat Olivia tertawa terbahak-bahak. Rekrutan yang mendengar mereka juga tertawa.

 

"Lalu, aku bisa mangat kue dari ibukota. Ashton, apa kau tahu apa itu kue? Itu makanan penutup yang sangat manis."

 

"... Kau mengganti topik terlalu cepat. Tentu saja aku tahu apa itu kue. Aku juga punya beberapa. Meskipun bagaimana penampilanku, lagipula aku tinggal di ibukota."

 

"Oh, jadi kau punya kue. Ashton, kau menakjubkan!"

 

(-- Apa gadis ini mengejekku?)

 

Ashton berpikir sejenak, tapi sadar bahwa itu tidak benar ketika dia melihat mata Olivia. Matanya bersinar karena kekaguman. Ashton sadar bahwa dia akan marah jika dia terus melanjutkan percakapan, jadi dia mengabaikan pandangan Olivia dan berjalan melewati rerumputan. Bagaimanapun, serangga yang terbang dari rerumputan membuatnya jengkel.

 

Ada jalan kecil dekat dengan arah masuk hutan, jadi itu masih mudah untuk dilewati. tapi lebih dalam mereka menjelajah, lebih rimbun tumbuhan, menghalangi jalan mereka. Di atas mereka, pohon kanopi tebal menghalangi cahaya matahari, jadi udaranya dingin. Bagaimanapun, mereka mendengar kicauan burung yang mengerikan dari waktu ke waktu. Yang membuatnya ketakutan. Itu sama bagi rekrutan yang lain yang matanya memandang-mandang sekitar.

 

Ashton mengambil napas dalam-dalam dan mengelap keringat di dagunya. Berjalan di permukaan seperti itu melelahkan.

 

Sebaliknya, Olivia berjalan-jalan di sepanjang hutan, dana dengan riang mengambil bunga dari waktu ke waktu dan menghisap nektarnya.

 

Di hutan ini, ada banyak bunga beracun, dengan yang paling terkenalnya menjadi [Bunga Yang Mempesona]. Kebanyakan racun akan menyebabkan mati rasa, tapi ada juga degna racun yang mematikan yang merangsang tubuh menjadi demam tinggi.

 

Olivia mungkin tahu yang mana yang harus di ambil, karena dia tidak pernah menyentuh bunga beracun. Ashton juga punya sedikit pengetahuan mengenai ini, tapi orang biasa tidak akan bisa mengetahuinya. Kelihatannya Olivia hidup di hutan dahulunya.

 

(Selain itu, bagaimana Olivia bergerak dengan luwes? meskipun dia mengenakan armor berat begitu.)

]

Ashton dan yang lainnya mengenakan armor kulit yang dibuat dari kulit. Itu adalah armor ringan dengan rating pertahanan rendah. Bagaimanapun, itu berat untuk rekrutan baru.

 

Dibandingkan mereka, Olivia penuh dengan Armor. Selain dari rantai pos, ada piringan armor yang menutupi bahunya, tangannya, dadanya dan tempat lainnya. Itu lebih berat dari armor kulit, tapi Olivia bahkan tidak berkeringat.

 

"Perwira tinggi Olivia, boleh aku bertanya sesuatu?"

 

"Hmm? Ada apa?"

 

"Perwira tinggi Olivia, apa kau tidak kelelahan? Yah... arormu lebih berat dari milik kami."

 

"Ehh? Aku tidak lelah sama sekali. Dan armor ini tidak berat."

 

"Hah, apakah begitu... Tidak apa-apa, permisi."

 

Olivia memiringkan kepalanya karena kebingungan, tapi dengan cepat mengabaikannya dan melihat ke depan.

 

(Meskipun jika dia adalah atasan perwiraku, itu terlalu memalukan kalah dari seorang gadis. Yah, bagaimanapun kami ditakdirkan dibunuh oleh bandit, jadi tidak berguna mengkhawatirkan itu.)

 

Ashton terus memperhatikan wajah gembira Olivia.

 

Tengah hari berlalu, dan matahari tenggelam ke barat.

 

Pleton spesial Olivia menemukan tempat terbuka untuk mendirikan kemah dan beristirahat. Ini bukan perintah Olivia, tapi Ashton yang menyarankan padanya jika dia menggunakan stamina yang seperti tak terbatas sebagai standar, para prajurit akan mati sebelum mereka sampai di kastil itu.

 

Semua rekrutan baru berterima kasih pada Ashton dengan berlinang air mata. Guile bahkan bertanya padanya dengan dilebih-lebihkan:

 

"Apa kau seorang tuhan?"

 

Ashton menertawai semua itu dengan senyuman, dan tidak membalas. Sejujurnya, motivasi utamanya adalah dia ingin beristirahat. Dan sekarang, dia tidak akan pernah mengatakan sekeras itu... Ashton menemukan tempat untuk duduk dengan rasa bersalah di hatinya, dan Olivia duduk di sampingnya seolah-olah itu adalah hal yang jelas untuk dilakukan.

 

"Maaf, aku tidak lelah sama sekali, jadi aku tidak sadar. Seperti yang diharapkan dari Ashton."

 

Lalu Olivia menepuknya dua kali.

 

"Haha, aku sudah tahu Perwira tinggi Olivia tidak lelah ketika aku bertanya barusan."

 

Ashton berkata dengan mengejek diri sendiri. Olivia tiba-tiba membuka mata lebar-lebar karena terkejut dan berkata:

 

"M-Mungkinkah, kau bertanya padaku jika aku lelah... untuk memberitahuku, pemimpin pleton, bahwa kami perlu istirahat? Dan kau ingin aku istirahat secara pribadi? Tapi aku tidak mengerti apa yang kau maksud. Jadi Ashton memintaku berhenti untuk istirahat secara langsung. Apa aku benar?"

 

Kau sepenuhnya salah-- tentu saja Ashton tidak akan berani mengakan itu. Dia memalingkan matanya dari pandangan Olivia, dan melihat rekrutan yang sedang makan memperhatikan padanya. Dia mengigit lidahnya sepenuh hati. Jika dia memberitahu mereka kebenaran, rekrutan akan memperhatikannya dengan mata merendahkan. Kalau begitu, hanya ada satu pilihan.

 

Ashton meneguk, dan mengangguk dengna perlahan:

 

"H-Haha, kau mengerti. Aku minta maaf karena melewati batasanku."

 

Ashton menjabad dengan dilebih-lebihkan, dan Olivia mengangguk dengan senang, dan berkata:"Aku akhirnya mengerti bagaimana perasaan manusia." Dia tidak tahu apa yang dia bicarakan, tapi itu sangat membantu sehingga subjek menafsirkan dirinya sendiri dengan caranya. Hanya menduga itu adalah kejadian.

 

Ashton merasa lega, dan melihat pada rekrutan. Mereka semua tersenyum dan menghormatinya.

 

"Baiklah. Sekarang sudah siang, mari kita makan siang."

 

Ashton yang punggungnya diselimuti keringat dingin mengeluarkan roti dan bungkusannya, dan botol dari mustard buatan rumahnya. Olivia melihat dengan penasaran, Ashton yang menggunakan pisau memotong roti setengah, membaliknya, dan menambahkan mustard di atasnya. Lalu dia menggigitnya, dan rasa pedas dan asam terasa di lidahnya.

 

"Hmm, tidak buruk. Aku beruntung karena membawa mustard buatan rumahku."

 

Olivia melihat Ashtn yang sedang berbicara pada dirinya sendiri dengan lapar. Dia melihat sampai mulutnya berliru, tapi dia tidak mengeluarkan rangsumnya. Ashton yang kebingungan bertanya:

 

"Perwira tinggi Olivia, apa kau tidak makan?"

 

"Yah, aku sudah memakan bagianku. Jadi aku akan memburu beberapa burung."

 

Ketika dia mendengar itu, Ashton menjadi terdiam. Memakan rangsum selama lima hari atau memburu dua burung untuk dimakan, terlalu banyak hal untuk ditanyakan. Meskipun apa yang dia katakan, Olivia tidak bergerak untuk berburu burung, dan memandang pada tangan Ashton. Dia terus melakukannya sampai Ashton selesai makan.

 

(Cih... Itu tidak membantu.)

 

Terdiam karena kelakuan Olivia, Ashton membuat sandwich kembali, dan menawarkannya.

 

"Ohh? Boleh?"

 

"Aku tidak akan memberimu jika kau tidak bisa. Bagaimana jika kau diserang oleh Beast ketika kau keluar berburu?"

 

"Beast bukan masalah sama sekali... Tapi terima kasih karena mengkhawatirkanku. Seperti yang diharapkan, Ashton itu manusia baik!"

 

Lalu Olivia menggigit sandwich itu, lalu berteriak dengan wajah gembira: "Enak!"

 

(Aku penasaran berapa banyak lagi kami bisa makan...)

 

Ashton berpikir ketika dia melihat wajah bahagia Olivia. saat ini, teriakan datang dari belakangnya.

 

"A-Apa yang terejadi!?"

 

Ashton berbalik dan melihat quadrepal beast yang ditutupi dengan bulu kungin, dengan tanduk putih di dahina-- seekor beast bertanduk satu.

 

"---!?"

 

Bulu kuduk Ashton berdiri karena ketakutan. Beast bertanduk satu dikenal keganasannya, dan tanduk itu memberikannya kekuatan serangan yang menakjubkan. Hewan itu omnivora, dan bahkan memakan manusia.

 

Beast bertanduk satu degnan cepat menyerang rekrutan di sekitarnya. rekrutan terpencar di segala tempat.

 

"P-P-Perwira tinggi Olivia! Itu adalah beast bertanduk satu! Best bertanduk satu!"

 

"--Hmm? Oh, itu benar! Itu mungkin di sini untuk bermain-main dengan manusia."

 

Olivia yang masih memakan dengan gembira berkata dengan tenang. Seorang rekrutan yang matanya merak karena khawatir berteriak:

 

"Hah!? Apa yang kau lamunkan! Lihat situasinya! Hewan itu menyerang kami!"

 

Olivia yang diperingati oleh rekruan akhirnya menyadari keseriusan situasinya, dan memandang pada beast bertanduk satu dengan mata tajam. Untuk sesaat, Ashton berpikir Olivia bahkan lebih menakutkan dari beast bertanduk satu itu.

 

"Oh, hewan itu, haha. Itu buruan langka, tapi itu rasanya sangat buruk~"

 

"Hah!? Rasanya buruk!? AHHHH!? Itu bukan masalahnya!! Kita harus keluar dari sini!!"

 

Ashton memegang tangan Olivia, dan mencoba menariknya bersama untuk melarikan diri. Tapi lututnya yang gemetaran tidak bisa dia gerakan, dan dia berdiri di sana seolah-olah kakinya menempel di tanah.

 

(Hey, apa kau bercanda!?)

 

Dia terus menggerakan kakinya, tapi kakinya menentang perintahnya. Beast bertanduk satu itu mungkin menyadadari keberadaan Ashton, dan mengarahkan tanduknya padanya. Beast bertanduk satu yang kelaparan melolong, lalu menuju Ashton.

 

(--Ini. Berpikir itu bahwa mati di pertempuran, aku akan dimakan oleh beast bertanduk satu. Ini bukanlah candaan buruk.)

 

Dengan itu di pikirannya, Ashton menggenggam tombaknya dengan tangan yang bergetar. Dia mengambil napas dalam-dalam, lalu menghunuskannya pada beast bertanduk satu.

 

Ashton tahu itu sia-sia. Manusia biasa mungkin tidak bisa melawan kematian di pikirannya. Ini hanya perjuangan terakhirnya.

 

Ketika Ashton kewalahan karena putus asa, sesuatu yang konyol terjadi. Mungkin dia takut karena kecerdasannya, tapi Olivia dengan santai mendekati beast bertanduk satu.

 

"---!? Cepat lari! Olivia, itu akan membunuhmu dan memakanmu juga!"

 

"Ahahaha, Ashton, kau benar-benar suka bercanda."

 

"Ini bukan waktunya bercanda! Larilah!"

 

"Tidak apa-apa."

 

Dengan tersenyum, Olivia menarik pedangnya, dan menghilang. Berbicara lebih jelasnya, dia mendekat ke beast bertanduk satu. Sekiranya bagi Ashton, dia tiba-tiba menghilang.

 

Ketika hewan itu melihat olivia tiba-tiba mendekatina, beast bertanduk satu menusukkan tanduknya. Olivia menangkis tanduk itu dengan pedang, lalu menebaskan pedang pada dagu beast bertanduk satu, sampai ke kepalany.

 

"Kyaaa....!?"

 

Beast bertanduk satu itu terjatuh sembari berteriak. Itu semua terjadi sesaat, dan mengejutkan semua orang. Mereka semua melihat kejadian itu dengan wajah tercengang.

 

Olivia berbalik dan berlari menuju Ashton. Pedang hitam di tangan kanannya mengeluarkan kabut hitam. Ketika Ashton menyadarinya, dia sudah duduk.

 

"Yah, bukankah aku memberitahumu bahwa beast itu bukanlah masalah?"

 

Olivia berdiri di depan Ashton dan berkata dengan acuh tak acuh.

 

"Hiee! I-Itu benar. Perwira tinggi Olivia, kau sangat benar."

 

Ashton berhenti berbicara setelah itu.

 

Tiga hari setelah Pleton spesial Olivia berangkat dari Benteng Gallia.

 

"Pemimpin Pleton Olivia, apa kau lapar? Ambillah jerkyku!"

 

Rekrutan dengan senang menawarkan jerkynya. Setelah dia memulainya, yang lain berkumpul di sekitar Olivia, berkata "Biarkan aku memberikan milikku juga.""Aku juga.", dan menawarkan roti dan minuman mereka. Olivia berterima kasih pada mereka sambil dia makan memakan makanan itu dengan tersenyum.

 

Ashton sudah melihat ini berkali-kali selama beberapa hari yang lalu.

 

Rekrutan yang terlihat seperti penggemar yang memberikan sesaji pada dewi Citresia. Dan ini karena Olivia dengan cepat membunuh Binatangb buas bertanduk satu. Ini menunjukan ke semua orang bahwa Olivia bukanlah hanya seorang gadis, tapi sangat kuat.

 

Guile bahkan memanggil Olivia "Valkyrie Berambut Perak", dan memuja-mujanya. Hasratnya mempengaruhi rekrutan lain, dan hasil dari situasi ini. Moral dari rekrutan meningkat sampai atap saat mereka berbaris di belakang Olivia.

 

Selama waktu ini, Ashton memikirkan mengenai pedang Olivia. Dia tidak bisa melupakan pandangan dari kabut hitam yang menutupi pedang itu. Tidak masalah seberapa asingnya dia dengan senjata, Ashton bisa tahu bahwa pedang Olivia tidak normal.

 

"Apa? Kau terlihat menjaga jarak. Apa kau lapar?"

 

Olivia lalu mengeluarkan roti dari tas punggungnya. Ashton menggelengkan kepalanya dengan wajah yang mengatakan "Menghargai Pemberian dari penggemarmu."

 

"Aku tidak lapar. Daripada itu, boleh aku bertanya sesuatu?"

 

"Tidak apa-apa... Tapi sebelum itu, benda terhormat itu? Bisa kau berhenti menggunakannya sekarang? Itu terasa rumit, aku tidak menyukainya."

 

"Aku tidak bisa."

 

Ashton menanyainya tanpa berpikir lagi.

 

"Muu--- tapi kenapa? Kau berbicara padaku dengan normal saat di aula kantin."

 

Olivia tidak senang mengenai jawaban Ashton, dan mengembungkan pipinya.

 

"Aku tidak tahu kau adalah atasan perwira saat itu. Jadi meskipun kau bertanya padaku untuk mengubah nadaku..."

 

"Hmm~ tentara sungguh menyusahkan... Itu benar! Kalau begitu, lalu aku akan membuat ini sebagai perintah! Ashton dilarang bersifat formal ketika kau berbicara denganku! Ah, sama juga untuk semuanya, jangan paksakan dirimu sendiri untuk formal denganku."

 

Olivia memikirkan sebuah ide dan menepuknya. Rekrutan heran dengan perintah yang tiba-tiba, dan hanya Guile yang berlutut dengan satu kaki ketika mendengar itu, dan berkata:" JIka itu adalah keinginan dari Valkyrie."

 

Meskipun Olivia terkejut karena dia terlalu berlebihan.

 

Ashton senang karena Olivia memerintahkan itu. Itu belum selama itu sejak pertemuannya dengan Olivia di aula kantin, jadi cara berbicaranya saat ini terasa tidak biasa. Umumnya, dia tidak bisa sangat tidak hormat pada perwira atasan, tapi itu bukanlah masalah dengan perintah ini. Ashton mencoba untuk meyakinkan dirinya sendiri dengan itu.

 

"Lalu aku hanya akan melakukannya. Aku ingin bertanya padamu kabut hitam apa yang ada di pedangmu? Aku yakin aku tidak melihat benda itu."

 

"Oh~ kau penasaran mengenai pedang ini. Ini----"

 

"Ketua Pleton Olivia, Guile yang rendah hati ini sudah melihat benteng"

 

Guile yang sedang berjalan dari depan berbalik ke belakang dan mengambaikan tangannya, memotong kata-kata Olivia.

 

"Itu terlihat seeprti benteng."

 

Seorang prajurit memeriksa peta untuk memastikannya. Di depan mereka adalah benteng batu yang dipenuhi tumbuhan rambat. Itu masih jauh, tapi benteng itu sudah sangat memburuk, dan sangat jelas sudah terabaikan sejak lama.

 

"Kami akhirnya sampai, huh. Oke, semuanya, mari bergegas!"

 

Olivia mengangkat tangannya tinggi-tinggi, dan berjalan menuju benteng itu.

 

(Aku tidak mendapatkan jawaban mengenai pedangnya. Lupakan.)

 

Rekrutan dengan tergesa-gesa mengikuti Olivia.

 

Ashton mempercepat langkahnya juga.

 

"Tunggu! Olivia! Ini terlalu terburu-buru!"

 

"Ketua Pleton Olivia, ini tidak bagus! Tolong kembalilah!"

 

"Ahaha, itu tidak apa-apa. Mari pergi!"

 

Olivia mengabaikan Ashton dan Guile, dan terus menuju benteng itu. Karena tidak punya pilihan, Ashton dan yang lainnya mengikuti sambli tetap berhati-hati dengan sekitar.

 

"Ini buruk."

 

Melihat benteng dari dekat, hancurnya benteng itu bahkan lebih jelas. Mereka bisa melihat dinding yang hancur, dan yang masih berdiri mungkin hancur dengan sedikit dorongan. Apa ada untuknya merebut kembali benteng begitu? Ashton mulai ragu.

 

"Ngomong-ngomong, itu adalah markas bandit, jadi kenapa di sana sangat tenang?"

 

Guile mengintip gerbang masuk. Ashton setuju dengan pendapatnya. Olivia tidak menjawab, dan mengambil sebuah tombak dari rekrutan, dan berkata:"Aku pinjam ini."

 

"Ehh!?"

 

Rekrutan itu terkejut karena tindakannya yang tiba-tiba. Olivia tidak mempermasalahkannya, menyiapkan tombak, dan melemparkannya jauh. Tombak itu melesat ke udara dan mendarat di semak-semak.

 

Suara seperti seekor katak yang berbunyi. Ashton dan Guile saling melihat satu sama lain dan berkata:

 

"... Aku mendengar sesuatu."

 

"Lalu aku rasa aku tidak mendengarnya."

 

Mereka saling mengangguk satu sama lain, lalu mendekat menuju sumber suara dengan rekrutan yang lain. Mereka menarik semak-semak di sampingnya, dan menemukan seorang pria yang terdampar di tanah, dengan darah dan otak yang berceceran. Sebuah tombak yang menancap ke pohon.

 

Itu sudah jelas bagaimana pria itu mati.

 

"Oh, tepat sasaran."

 

Olivia yang tiba tanpa mereka sadari bersorak ketika dia melihat mayat itu.

 

"O-Olivia, apa itu...!?"

 

"Hmm~ bagaimana aku harus menjelaskan ini. Dia sudah mengikuti kami sampai sekarang dengan mencurigakan, dan mungkin seorang bandit? Atau seekor tikus?"

 

Olivia tertawa ketika rekrut melihatnya dengan wajah yang pucat. Setelah terlihat hening, mereka mengeluarkan tombaknya dan bersiap untuk bertempur. Saat Ashton dan teman-temannya memperhatikan sekitar mereka dengan waspada, seorang pria dengan tombak di bahunya berjalan keluar dengan jelas dari bayangan benteng itu. Dia tinggi, berambut panjang, dan matanya setajam elang.

 

"Hmmp, aku terkesan kau sangat merasakan kehadiran kami. Siapa yang melakukan itu?"

 

Pria yang memeriksa kelompoitu dengan mata yang tajam. Ketika matanya mengarah pada Olivia, dia berhenti bergerak dan berkata:

 

"--Itu pasti kamu. Udara di sekitarmu sepenuhnya berbeda dari yang lain. Apa kau perempuan ketua dari pleton ini?"

 

"Yah, aku Olivia. Senang bertemu dengamu."

 

Olivia melambaikan tangan dan menyapanya denga biasa. Pria itu melambai dengan senyum 'masam.

 

"Oh, terima kasih untuk perkenalan dirimu, aku akan mengingat itu. Namaku Wulf--hanya memastikan, kenapa kau di sini?"

 

Wulp menjetikan jarinya, dan sekumpulan bandit muncul dari pintu masuk benteng. Mereka berjumlah sekitar 40. Mereka semua tersenyum dengan dingin sambil mereka memegang senjata mereka dengan tenang. Itu jelas fdari wajah mereka bahwa mereka tidak ragu untuk membunuh orang-orang. Rekrutan yang ketakutan , sementara Olivia tidak bergerak sama sekali.

 

"Kami di sini untuk merebut kembali benteng itu. Itu tidak membantu karena itu adalah misi kami, tapi aku masih merasa aneh karena mengambil sesuatu yang sudah dibuang."

 

"Haha, kau benar, gadis muda. Kalau begitu, bolehkah aku bertanya balik padamu? Itu menyusahkan untuk mengurusi tubuh itu."]

 

Wulf berkata sambil mengangkat bahu. Seorang bandit degan tiba-tiba menggerutu "meskipun kami orang yang harus membersihkannya." Sementara bandit berbicara omong kosong pada prajurit...

 

"Ehh? Aku tidak akan mengurusi tubuh itu. BOlehkah aku menyerahkannya pada semuanya?"

 

Olivia berkata sambil dia melihat pada rekrutan. Mereka mengangguk serempak dengan wajah yang pucat. Dan tentu saja Ashton dan Guile juga sama.

 

Senyuman hilang dari wajah Wuld, dan dia bertanya dengan pandangan yang mengancam:

 

"... Hanya menegaskan kembali, apa yang kau maksud 'Mengurusi tubuh itu'?"

 

"Maksudku seperti apa yang kukatakan, apa yang salah? kau tidak mengerti apa yang kukatakan?"

 

Kata-kata provokasi Olivia membuat marah bandit, dan ketegangan meningkat.Wulf menghentikan prajuritnya, dan mulai mengayunkan tombaknya. Suara dari tombak yang memotong kepala melalui udara mungkin terdengar, dan rumput bergoyang karena putaran tombak.

 

"Kau pasti berbicara omong kosong, gadis kecil. Atau kau hanya memperlambat? Orang-orang yang mengatakan hal itu padaku semuanya mati."

 

"Kalau begitu, aku akan yang pertama yang bertahan hidup."

 

Setelah Olivia mengatakan itu, Wulf menusuk dengan kuat. Bagi Ashton, tidak ada waktu untuk bereaksi. Bagaimanapun, Olivia berbalik dan menghindarinya sebelum ujung pedang itu sampai di jantungnya. Lalu dia menjepit tombak itu di bawah ketiaknya, dan mendorongnya ke tangan Wulf.

 

"B-Bagaimana itu mungkin!?"

 

Wulf mencoba untuk menghindari tombak Olivia, tapi tidak bisa menggerakannya seincipun.

 

"Tombak bagus untuk pertarung jarak sedang, tapi itu tidak berguna ketika musuh sangat dekat. Sebuah pedang masih yang terbaik."

 

Olivia menarik pedangnya dan mendorongnya pada kerongkongan Wulf. Wulf kehilangan kekuatan untuk bertarung, melepaskan tombaknya dan memohon:

 

"A-Aku mengerti! Aku menyerah! Kami akan meninggalkan benteng ini!"

 

"Itu tidak mungkin. Ajudan Otto tidak ingin aku untuk memberinya kepala, tapi perintahnya adalah untuk membunuh kalian semua."

 

Olivia tidak ragu untuk menusukannya pedang hitamnya ke kepala wulf. Darah menyembur keluar, tanah menjadi merah kehitam-hitaman. Wajah Wulf yang kehilangan nyawanya, dan darahnya berhenti bercucuran setelah kejang-kejang. Dia datang cepat, dan pergi dengan cepat juga.

 

Olivia tidak tertarik pada Wulf lagi, dan membaringkan tubuhnya di samping. Lalu dia mengganti pandangannya pada bandit yang tersisa.

 

"Phew- oke, mari selesaikan sisanya dengan cepat!"

 

Sementara bandit itu masih terkejut karena kejadian di depan mereka, pedang hitam itu bercahaya.

 

"Sial! Sial! Sial! Apa apaawn! Bagaimana ini bisa terjadi!?"

 

Pria itu memaki-maki sambil dia memukul tanah. Teriakan dan tangisan berhenti, dan dia hanya bisa mendengar napas yang tidak beraturan.

 

--Prajurit dari Tentara Kerajaan ke sini untuk merebut kembali benteng.

 

Ketika dia mendengar berita dari rekannya, pria itu menjadi senang. Dia ingin mencobanya jika pedang barunya itu tajam, dan mangsa datang pada mereka. Dan musuh itu berbeda dari sekumpulan sebelumnya, mereka semua terlihat mampu menjerit dengan sangat hebat.

 

"Sial! Aku harus..."

 

Pria itu mengingat kembali pada sosoknya yang heroik terakhir kali dia membunuh prajurit lemah dari kerajaan dengan mudah. Kejadian saat dia dan rekannya melawan prajurit dengan kumpulan mayat sebagai latarnya.

 

Itu harusnya sama hari ini, tapi sekarang--

 

"... Sungguh, apa kami sudah selesai bermain-main sekarang?"

 

Gadis itu berjalan dan langkahnya membuat suara yang gemericik pada darah. Pedang hitamnya yang terlumuri darah diselimuti oleh kabut yang tak mengenakan.

 

"Hah, hah, m-mohon! lepaskan aku! Tidak, tidak, mohon lepaskan aku!!"

 

Pria itu memohon untuk hidupnya dengan sepenuh tenaga. Dia terjatuh di tanah, kehilangan kekuatan untuk melarikan diri. Pedangnya sudah retak, dan tidak berfungsi sebagai senjata. Bau darah yang mencekik hanya sebuah renungan bagi pria itu sekarang.

 

(semuanya kecuali aku sudah...)

 

Dia melihat sekitarnya, dan melihat 40 rekannya semuanya tiada. Atau, mereka sudah menjadi tumpukan mayat di atas lantai. Dan ini semua dilakukan oleh gadis berambut perak, yang merupakan perwujudan dari kematian. Itu mungkin berlebihan untuk menyebutnya Dewa Kematian.

 

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, pria itu berdoa pada Dewi Citresia.

 

(Mohon! Aku tidak akan merampok lagi! Aku tidak akan membunuh lagi! Aku tidak akan memperkosa lagi! Jadi mohon, mohon selamatkan aku dari Dewa Kematian ini!!)

 

Suara seperti bel terdengar di kuping pria itu, dan suara seperti musik dari seorang Dewa Kematian.

 

"Hmm~ Tidakkah kau kesepian hanya kau yang masih hidup?"

 

Tidak sama sekali! Aku akan hidup dengan pantas untuk kepentingan temanku juga!!"

 

"Cih~ meskipun kau berkata begitu, itu bermasalah buatku. Ajudan Otto ingin aku untuk membunuh kalian semua, dan manusia ini bahkan menangin karena kesepian."

 

Gadis itu menempelkan pedang itu pada sebuah kepala, lalu melemparkannya cerapa perlahan. Kepala itu melambung di udara, dan mendarat di depan pria itu.

 

"Hiee!"

 

Itu kepala teman terbaiknya, Dennis.

 

Wajahnya membeku dengan ketakutan akan kematian, dan cairan merah mengalir di matanya.

 

"Hiee--!?"

 

"Yah, seperti yang kau lihat, aku benar. Kan."

 

Gadis itu berdiri di depan pria itu dan mengangkat pedang hitamnya dengan wajahnya yang masih tersenyum.

 

Dia mungkin berhalusinasi sampai menjadi stres karena ketakutan.

 

Untuk beberapa alasan, pria itu berpikir bahwa benda yang diangkatkan itu adalah sabit hitam--

 

Setelah mengirim sebuah surat untuk melaporkan suksesnya misi, Pleton spesial Olivia bergerak menuju tugas mereka selanjutnya. Mereka harus menjaga benteng ini sebelum unit garnisum datang. Ini hanya formalitas, dan mereka tidak benar-benar perlu melakukan hal yang khusus. Karena bandit sudah dimusnahkan, mereka tidak harus khawatir karena diserang. Satu hal yang mereka harus lakukan adalah mengubur mayat untuk menghindari menarik feral beast. Dan tentu saja, seperti yang Olivia katakan sebelumnya, dia tidak mengambil bagian dalam tugas itu.

 

Lalu Olivia yang bosan berburu atau memancing dengan rekrutan sepanjang hari. Dia juga melatih mereka saat mereka menghabiskan waktu luang.

 

Hari-hari yang cepat berlalu itu yang berarti dan tenang.

 

Suatu malam, rekrutan berkumpul di sekitar api unggun di bawah malam yang berbintang dan berbicara mengenai Olivia.

 

"Ngomong-ngomong, Ketua Pleton Olivia sungguh kuat."

 

"Aku pikir begitu. Menusuk beast bertanduk satu memang menakjubkan, tapi membasmi 40 bandit sendirian benar-benar tidak mungkin."

 

"Jika aku memberitahu teman-teman saat kembali ke Benteng Gallia mengenai ini, mereka tidak akan mempercayainya."

 

Semua rekrutan mengangguk dengan setuju.

 

"Dibandingkan mereka, kami..."

 

"Tidak! Kami semua setuju untuk tidak membahasnya... Kami benar-benar memalukan."

 

Saat itu, mereka semua depresi. Sementara Olivia mengalahkan bandit satu demi satu, daripada membanunya, yang lain hanya berdiri dan gemetaran. Beberapa dari mereka bahkan kehilangan kendari sampai ngompol karena ketakutan.

 

Tapi mereka tidak mentertawakan itu. Mereka semua tahu itu hanyalah masalah apakah mereka bisa menahannya. Itu memalukan bagi prajurit-prajurit itu, tapi ini adalah mufakat dari semua rekrutan.

 

Api unggun berkobar di kegelapan.

 

Salah satu rekrutan berkata dengan menyesal:

 

"Kami benar-benar memalukan. tapi itulah kenapa kami meminta Ketua Pleton Olivia untuk melatih kami, jadi kami bisa berguna untuk pertempuran selanjutnya?"

 

"I-Itu benar. Kami hanya perlu belajar dari kesalahan kami."

 

Prajurit lain mengepalkan tangannya dengan bertekad. Tapi beberapa prajurit berkata dengan gelisah:

 

"Tapi apa latihan ketua pleton Olivia berguna?"

 

"Aku memikirkan hal yang sama. Aku pikir dia akan mengajari kami bagaimana memegang pedang atau tombak, dari pada..."

 

"Apa ada gunanya dari latihan itu? Aku tidak mengerti."

 

Semua rekrutan terlihat bingung.

 

Latihan Olivia sederhana. Prajurit berpasang-pasangan, satu yang menyerang dan yang lainnya bertahan. Penyerang harus tetap menyerang dengan pedang kayu, dan yang bertahan harus menahan dengan tameng. Mereka akan bergantian beberapa waktu, dan proses ini terus berulang.

 

Dibandingkan latihan di Benteng Gallia, tidak ada latihan senjata, atau menyerang ke target boneka. Itu mungkin terdengar praktis, tai itu tidak berbeda dari bermain berkelahi ketika mereka kecil.

 

"Ngomong-ngomong, kita harus mengamati pergerakan musuh kami? Kita bisa menjadi kuat jika kita melakukan itu? Oh, aku tidak bermaksud meragukannya, tapi...?"

 

Lihat, amati, periksa.

 

Garis dari titik, dan lingkaran yang digambarkan dengan garis.

 

Rekrutan itu bingung dengan apa yang Olivia katakan. Mereka meminta penjelasan yang sederhana, dan dia mengatakan pada mereka untuk mengamati pergerakan lawan mereka denga hati-hati.

 

"Aku tidak yakin karena latihan baru saja dimulai, tapi aku tidak merasa aku akan menjadi lebih kuat hanya dengan itu."

 

"Tapi kami hanya bisa mempercayainya, benar? Karena Ketua pleton Olivia --Valkyrie kami mengatakan begitu."

 

Semua rekrutan itu melihat pada Valkyrie dengan bertanya-tanya--Olivia, yang sedang memakan ayam bakar dengan bahagia. selain dia ada Guile yang mencabut bulu-bulu dari burung, dan Ashton yang menggosokan sesuatu pada burung sambil dia panggang.

 

"...Itu benar, Ketua pleton Olivia menyelamatkan nyawa kami. Dan itu kasar untuk mencurigainya, karena kami yang memintanya."

 

"Kau benar, jika pemimpin lain, kami akan mati."

 

"Mungkin--- Baiklah lalu! Mari berpesta untuk Ketua Pleton kami, Valkyrie!"

 

""Cheers!!""

 

Rekrutan itu mengangkat cangkir mereka sembari tertawa.

 

II

 

Tentara Kerajaan, Benteng Gallia, Kantor Komandan

 

Neinhart yang datang ke Benteng Gallia sebagai liason, melaporkan rencana pertempuran untuk Bala Tentara Pertama dan Ketujuh untuk mengkoordinir dan merebut kembali Kastil Kaspar ke Paul. Otto mengerutkan dahi saat dia membaca laporan dengan teliti.

 

"--- Aku mengerti. Ini adalah sesuatu yang akan dilakukan Lambert. Setelah memulihkan Kastil Kaspar, kami tidak harus khawatir mengenai bagian belakang kami, dan menggerakan pasukan kami untuk menyerang Benteng Kiel... Bagaimanapun."

 

Paul mengeluh saat itu, dan menatap pada atap-atap. Asap dari cerutunya menutupi kantor dengan kabut tebal.

 

"... Apa ada sesuatu yang membuatmu khawatir?"

 

"Yah, cukup banyak ... tapi sebagian besar, aku tidak mengerti cecara rasional dalam merebut kembali Benteng Kiel sekarang. Kelihatan seperti umur menjadi lebih baik untukku."

 

Jawaban samar Paule membuat Otto tersenyujm dengan canggung sambil dia menggaruk-garuk wajahnya. Melihat mereka seperti ini, Neinhart menaikan ujung bibirnya.

 

(Aku mengerti. Kelihatannya Letnan Jenderal Paul dan Letnan Colonel Otto menentang rencana ini.)

 

Mengambil alih Benteng Kiel adalah perintah Alphonse. Paul melakukannya dengan cara berputar-putar, tapi apa yang dia katakan mungkin menerangkan sebagai lese majeste. Bagaimanapun, Neinhart tidak bermaksud untuk mengatakan itu, karena dia berbagi pandangan yang sama. Cornelius dan Lambert tidak akan mengatakannya dengan keras, tapi mereka berpikir sama juga.

 

Lagipula, Perintah Alphonse terlalu sembrono.

 

Alphonse tidak bodoh, tapi dia naik singgasana pada waktu yang mengerikan. Ketika Kaisar baik hati mendeklarasikan maksudnya untuk menaklukan benua, Alphonse hanya memerintah selama dua tahun. Dia akan punya waktu untuk berkembang untuk menjadi raja jika waktu itu damai, dan dia akan menjadi seorang raja yang sangat baik. Bagaimanapun, ini adalah waktu-waktu kacau, dan kerajaan berjuang di ujung kehancuran. Alphonse tidak sanggup untuk mengambil waktu ini dan belajar, dan tidak punya kemampuan memecahkan masalah untuk mencairkan suasana.

 

Setelah menderita sekali karena itu, rencana untuk mengirim Bala Tentara pertama untuk mengambil alih Benteng Kiel. Kerajaan terombang-ambing seperti perahu dalam badai karena kejatuhan dari Benteng Kiel. Dia mungkin berpikir dia bisa membalikan keadaan dengan merebut Benteng Kiel.

 

Neinhert menganalisa pertimbangan Alphonse, dan menggunakan sebagai dasar untuk meyakinkan Paul:

 

"-- Aku mengerti kekhawatiranmu, Letnan Jenderal Paul, tapi kata-kata Yang Mulia adalah akhir. Dan kami tidak bisa mengubah situasi hanya dengan bertahan."

 

"... Itu benar. Aku punya banyak untuk dikatakan. Kembali ke topik, jika kami bergerak menuju Kastil Kaspar, dimana menurutmu Tentara Kerajaan akan mencegat kami?"

 

Ketika dia mendengar pertanyaan Paul, Neinhart menunjuk ke titik pada peta. Otto berpikir sama, dan mengangguk setuju.

 

"Tentara Kerajaan pasti akan mengerahkannya di dataran Iris. Ini adalah tempat medan terbaik bagi seorang tentara. Kami mungkin akan bergerak melewatinya juga."

 

Jika mereka ingin menyerang Kastil Kaspar, lalu pergi melalui dataran Iris akan menjadi rute yang paling singkat. Pengganti dari itu yaitu bergerak melalui hutan luas, atau lembah dan jurang. Itu berarti jalan memutar dan menggunakan rute tidak cocok untuk tentara dengan jumlah besar. Hany ada satu pilihan.

 

"Aku merasakan sama juga. Tapi itu berarti kami harus mengalahkan musuh di dataran Iris, lalu menyerang Kastil Kaspar. Itu akan menjadi sangat sulit."

 

Paul berkata dengan cetus. Neinhart mengangguk setuju. Dibandingkan dengan tentara Kastil kaspar yang diperkirakan 50,000, digabungkan kekuatan dari bala tentara Pertama dan Ketujuh adalah 55,000. Tentara kerajaan punya keuntungan dalam jumlah, yang tidak bisa diatasi dengan strategi dengan mudah. Sekilas, Tentara kerajaan mengangkat tangan.

 

Bagaimanapun, situasinya akan berbalik jika Benteng Kiel mengirim bala bantuan. Kerajaan tidak akan punya pilihan tapi menarik kembali pasukan. Itu apa yang Paul isyaratkan. Dan Neinhart tidak punya sebuah solkusi untuk masalah ini. Otto mengerutkan keningnya dan tidak mengatakan apapun.

 

Udara menjadi berat di sekitar tiga pria itu, seseorang mengetuk pintu Kantor Komandan. Dengan izin Otto, seorang prajurit masuk.

 

"Sebuah laporan mendesak?"

 

"Yah tuan, maaf menyela. Sebuah pesan dari Pleton Spesial Olivia baru saja tiba, dan laporan bahwa Benteng Lamburt sudah berhasil di ambil alih."

 

"Oh~! Itu beritah yang hebat."

 

"Bandit-bandit itu sudah dimusnahkan. Pleton sedang menjalankan misi kedua, akhir laporan."

 

"Mengerti. Aku akan memberi mereka arahan baru nanti. Biarkan pembawa pesan berjaga di markas untuk sekarang."

 

"Yah Pak!"

 

Prajurit dengan cepat meninggalkan kantor Komandan.Berita bagus tiba-tiba mencairkan ketegangan. Dan alasan untuk suasana ini mudah adalah senyuman Paul.

 

"Fufu, Perwira Tinggi Olivia sudah menyelesaikan misinya dengan baik sekali. Aku harus mempersiapkan sebuah kueh ekstra besar untuknya nanti ketika dia kembali, atau dia akan marah."

 

"Cih... Kau mengatakan begitu lagi. Dia akan menjadi angkuh, jadi tolong jangan melakukan itu."

 

Untuk menjawab saran Otto, Paul berkata: "Kau tidak harus seserius itu." Dan tertawa  dengan tulus. Otto menggeleng-gelengkan kepalanya dengan pasrah dan mengeluh, Neinhart juga seorang ajudan, dan bersimpati dengan Otto, tapi itu bukan masalah sekarang. Dia mendengar sebuah nama yang tidak bisa dia abaikan, dan bertanya.

 

"Apa orang dalam pertanyaan itu adalah Perwira Tinggi Olivia?"

 

"Hmm ... ? Yah, itu benar, Perwira Tinggi Olivia disebutkan dalam laporan baru-baru ini."

 

(Seperti yang aku curigai. Jadi dia tidak ada di benteng ini sekarang...)

 

Salah satu tujuan Neinhart mengunjungi Benteng Gallia adalah untuk menemui Perwira tinggi Olivia. Dia tahu bahwa dia mencampurkan urusan pribadinya ke dalam urusan resmi, tapi dia ingin berterima kasih padanya secara pribadi.

 

"Kenapa kau terlihat sangat bingung?"

 

"-- Ah, maaf. Sebenarnya, orang yang Samuel bunuh, Jenderal Besar Tombak, adalah teman baikku. Aku ingin berterima kasih pada Perwira Tinggi Olivia untuk membalas dendamnya."

 

Setelah mendengar alasan Neinhart, ekspresi Paul melunak dan berubah menjadi sedikit canggung.

 

"Aku mengerti, kau adalah Teman Jenderal Besar Tombak... Aku mengerti. Kematiannya merupakan kehilangan besar bagi kami semua."

 

Paul menyentuh kepala botaknya dan menggerutu. Itu singkat, tapi leibh dari cukup untuk bertuka cita.

 

"Terima kasih banyak. Jenderal Besar Tombak pasti akan merasa terhormat dengan kata-kata baikmu di alam selanjutnya, Letnan Jenderal."

 

"Cih. Siapa tahu..."

 

Paul memadamkan cerutunya di asbak. Suasanyanya berubah berat lagi, dan Otto menepukkan tangannya tiba-tiba.

 

"Ada apa? Kau memikirkan sebuah rencana?"

 

"Yah Pak. Aku punya sebuah ide yang perlu dicoba. Jika itu berhasil, kami mungkin bisa mendapatkan kembali Kastil Kaspar sebelum bala tentara musuh tiba."

 

"Oh~ Itu hebat... tapi kau berpikir untuk mengeksploitasi Perwira Tinggi Olivia lagi, benar?"

 

Paul berkata denga wajah terdiam. Otto tersenyum sedikit ketika dia mendengar itu.

 

"Kau tepat, Perwira Tinggi Olivia sekarang adalah pion terkuat dari Bala Tentara ketujuh, jadi tentu saja aku akan menggunakannya secara penuh. Meskipun lagi jika itu akan menambah peluang untuk keberhasilan."

 

"Aku tahu, aku tahu. Lalu beritahu aku aku apa yang sudah kau pikirkan."

 

Otto berdeham disamping Paul yang tersenyum dengan masam, dan menjelaskan rencananya dengan sebuah peta setelah beberapa saat hening.

 

Neinhart terkejut. Otto benar-benar seorang yang pragmatis. Dia tidak akan diperkirkan baikk oleh teman ataupun lawan. dan Otto menyebut Perwira Tinggi Olivia yang terkuat di Bala Tentara ketujuh, yang membuat lebih penasaran Neinhart.

 

(Itu sulit untuk dipercaya, tai dia adalah seorang gadis yang membunuh Samuel itu. Dia pasti sangat kuat.)

 

Setelah tiba pada kesimpulan itu di pikirannya, Neinhart mendengarkan Rencana Otto.

 

II

 

Dua minggu setelah Pleton Olivia merebut Benteng Lamburg.

 

Benteng Gallia sibuk dengan garnisum dari Bala Tentara pertama selama waktu ini, dengan sumber transportasi dan persiapan untuk menyerang Kastil Kaspar. Sebaliknya, Pleton Olivia bersenang-senang di Benteng Lamburg.

 

Tapi ketika pasukan garnisum tiba di Benteng Lamburg, pleton itu mengikutinya, dan kembali ke benteng Gallia, Singkatnya setelah kembali ke Benteng Otto memanggil Olivia ke kantor komandan. Olivia melihat pada jam sakunya, memastikan waktu, lalu mengetuk pintu kantor.

 

"Perwira Tinggi Olivia, melapor tepat waktu."

 

Setelah itu, Olivia bisa mendengar tertawa yang ditahan dari belakang pintu, dan sebuah suara tak asing berkata "Masuk." Dia masuk, dan melihat tiga orang duduk di dalam.

 

Olivia melihat pada kelompok itu, yang termasuk Paul yang sedang tersenyum, lalu Otto yang terlihat tegang. Dia tidak mengenal pria dengan rambut pirang ikal. Pria itu terus membuka dan menutup mulut ketika dia melihat Olivia, mungkin dia meniru ikan? Olivia berpikir bahwa jika dia mencoba melakukan itu, lalu dia sangat buruk denga itu.

 

"Perwira Tinggi Olivia. Melapor. tepat. Waktu."

 

Otto memandangil Olivia yang mengeluarkan Jam Sakunya, dan berkata "Aku tahu, simpan Jam Sakumu." Lalu dia menambahkan "Apa kau mencari-cari masalah?" Kelihatannya tidak ada hadiah untuk melapor tepat waktu. Jam Poket itu penting, jadi Olivia menjaganya dengan hati-hati. Paul menepuk pelatih di sampingnya, mengisyaratkan Olivia untuk duduk, dan dia melakukannya.

 

"Perwira Tinggi Olivia. Maaf karena memanggilmu setelah kau kembali. Terima kasih untuk kerja kerasmu."

 

"Yah pak, terima kasih sudah khawatir!"

 

"Aku mendengar ada pemegang tombak hebat diantara bandit itu, apa kau punya masalah?"

 

Pertanyaan Paul membuat Olivia memiringkan kepalanya dengan kebingungan. Dia benar-benar tidak ingat seseorang seperti itu diantara Bandit. Apa dia lupa? Tapi Olivia percaya dengan ingatannya. Dia bisa mengingat isi dari setiap buku yang sudah dia baca.

 

Ashton bahkan berkomentar bahwa ingatannya menakjubkan. Meskipun begitu, dia tidak terkesan dengan itu, jadi lawan itu bukanlah masalah besar. Dia terbunuh dengan satu serangan, jadi itu akan aneh jika dia mengingatnya.

 

Dan tentu saja, dia tidak akan melupakan pengalaman menyenangkannya. Contohnya, ketika dia pergi berburu dan memancing dengan gembira dengan rekrutan. Ketika Ashton hampir tenggelam, Olivia tertawa di pinggir sungai. Ketika dia menyelamatkannya, Ashton mengeluh sangat marah.

 

Guile adalah seorang pemburu, jadi kemampuan memanahnya hebat. Terutama kemampuannya dalam mencabut bulu dari burung. Ketika dia mengatakan itu, Guile berlutut satu kaki dan berkata "Aku mengasah kemampuan ini untuk kepentingan Valkyrie." Olivia pikir dia sedang berbohong, tapi tidak mengatakannya dengan keras. Untuk beberapa alasan, dia merasa tidak enak jika dia menyangkalnya.

 

Dan makanan yang dia makan di api unggu di bawah bintang-bintang dengan semua orang benar-benar enakk.

 

"--- Aku tidak ingat pertempuran itu. Mereka semua mati dengan pedangku dalam satu serangan."

 

"Hahaha! Aku mengrti, kau membunuh mereka dengan satu serangan. Apa kau mendengar itu, Otto? Bagi Perwira Tinggi Olivia, pemegang tombak hebat itu tidak ada bedanya dengan bandit biasa saja."

 

Paul menepuknya dengan keras dan tertawa. Otto mengeluh sambil terdiam. Pria berambut pirang melihat dengan mata yang melotot. Olivia sedikit khawatir jika matanya akan keluar.

 

"Oh benar, aku terlalu asyik dan lupa alasan aku memanggilmu. Perwira Tinggi Olivia, aku memintamu untuk datang agar memberimu ini."

 

Lalu Paul mengambil kotak putih di atas meja ke atas pangguannya. Tanpa berpikir, Olivia membuka kotak itu, dan menemukan sebuah kue yang mahal dan berwarna-warni. Aroma manis tercium oleh hidungnya, dan Olivia menangis:

 

"Uwah! Ini sebuah kue! Sebuah kue, benar!? Terima kasih Letnan Jenderal Paul!!"

 

"Fufu, aku senang kau menyukainya."

 

Paul tersenyum. Olivia dengan tidak sabar menambil sepotong kue, tapi tiba-tiba dia mengingat bahwa buku mengatakan bahwa kue itu sangat enak sampai itu akan meleleh di wajahmu. Otto terlihat mengatakan sesuatu dengan gelisah, tapi Olivia tidak peduli. Dia khawatir mengenai wajahnya meleleh karena kue itu, tapi tidak bisa melawan godaan. Memutuskan bahwa semua itu akan teralami pada akhirnya, Olivia memasukan kue ke dalam mulutnya.

 

(--Manis. Dan juga lembut!)

 

Bagaimanapun, itu terasa enak sehingga pipi Olivia menjadi tembem. Dia dengan cepat mengelap wajahnya, dan lega karena pipinya baik-baik saja. Dia bisa menikmati kue tanpa khawatir sekarang.

 

Sebelum Olivia mengambil potongan yang kedua, seseorang memegang tangannya. Dia melihat ke atas, dan melihat Ajudan Otto yang memerah mulutnya bergetar berdiri di depannya. Olivia menganggap dia seperti 'Oni' yang digambarkan di buku.

 

<Tl:'Oni' iblis dalam mitologi jepang>

 

"Ajudan Otto, apa kau ingin kue juga? Tapi letnan Jenderal Paul memberikan ini padaku. Meskipun itu Ajudan Otto, aku tidak akan memberikannya padamu."

 

"Siapa yang mengatakan bahwa aku ingin kue? Kau gadis kecil, apa kau tahu ada dimana? Beraninya kau makan kue di sini!?"

 

Olivia heran. Ketika dia memasuki ruangan itu, dia memeriksa tanda di pintu yang bertuliskan [Kantor Komandan] . Ini jelas sekali Kantor Komandan.

 

"... Ajudan Otto, apa kau memukul kepalamu?"

 

"Apa yang kau bicarakan?"

 

"Yah, aku membaca manusia bahwa ingatan manusia akan menjadi bingung jika kepala mereka terpukul dengan keras. Ini pasti Kantor Komandan. Menurut pendapatku, Ajudan Otto, kau harus diobati oleh doktor dengan cepat."

 

"K-Kenapa kau...!"

 

Otto bergetar, dan dia menaikan tangannya, lalu menurunkannya, dan mengulangi itu lagi. Dari pengalaman Olivia di ruang interogasi, Otto mungkin ingin memukul meja. Olivia bahkan lebih bingung dari reaksi Otto. Itu hanya informasi dari buku, kenapa dia harus marah?

 

Z memberitahunya bahwa manusia berbeda dari mahluk buas, karena mereka dianugerahi pengetahuan. Otto harusnya senang daripada marah. Jika Ashton dengannya, dia pasti akan memberi Oliria saran yang sangat baik.

 

Ketika dia memikirkan itu, Olivia melihat kue di atas pahanya.

 

(... Jadi Ajudan Otto ingin makan kue. Lagipula itu makanan penutup yang enak, jadi itu tidak membantu. Siapa orang yang tidak ingin memakannya?)

 

Otto memperlakukannya dengan baik, dan bahkan memberi Olivia Jam Saku perak yang bagus. Dia mungkin menerima banyak hal di masa depan.

 

Olivia memikirkannya, dan menawarkan sepotong kue pada Otto.

 

"Aku akan memberimu satu, oke...?"

 

"Aku bilang aku tidak ingin kue!"

 

Denga begitu, Otto membentakan tangannya di meja, "Jadi kau masih ingin memukul meja, huh." Olivia berkata. Otto memukulnya beberapa kali karena itu, dan Paul melihat reaksinya dengan penasaran. Lalu Paul berkata pada Olivia:

 

"Kammi masih punya hal penting untuk didiskusikan. Perwira Tinggi Olivia, kau boleh kembali ke ruanganmu dan menikmati kue mu."

 

"Yak pak, Perwira Tinggi Olivia sekarang akan kembali ke ruangan untuk makan kue!"

 

Olivia memberi hormat yang singkat di hari itu. Jika Otto berada di sampingnya, dia tidak akan bisa menikmati kuenya. Oleh karena itu, kata-kata Paul adalah kiriman tuah. Dia dengan cepat meninggalkan ruangan.

 

Dan tentu saja, dia mengambil semua kotak kue yang penting dengannya.

 

"Bagaimana aku harus menjelaskan ini, dia benar-benar gadis yang aneh."

 

Selagi langkah kaki Olivia menghilang karena jarak, Neinhar memberinya komentar. Gadis itu tidak seeperti apa yang dia bayangkan selama ini.

 

"Kolonel Neinhart, jangan terlalu memikirkannya. Dia hanya kurang akal sehat dan didikan yang layak."

 

Otto berkata dengan marah, dan dia mungkin menggerutu karena tangannya memegang cangkir dengan gemetar. Neinhart tidak menolong tersenyum kecewa mengeluhkan pria ini yang selalu tenang. Ketika Otto sadar, dia menatap Neinhart dengan mata yang tajam, yang membuat Neinhart tegang di wajahnya.

 

"Apa yang kau pikirkan, Kolonel Neinhar. Dia seorang anak kecil imut, benar?"

 

Berbanding dengan Otto, Paul bertanya dengan senyuman lembut. Neinhart tidak tahu bagaimana menjawabnya, dan membalas dengan senyuman hangat. Paul mungkin berpikir dia seperti cucu perempuannya. Faktanya Neinhar mendengar bahwa cucu perempuannya sama umurnya.

 

Dan tentu saja, Neinhat tidak menyangkal bahwa dia terlihat imut. Jika dia berpakaian dengna beberapa aksesoris, Neinhart tidak akan mencurigai apapun jika seseorang mengatakan dia adalah putri seorang bangsawan. Jika dia menghadiri pesta dansa, pandangan para pria pasti akan tertuju padanya. Dan tentu saja, perempuan akan cemburu padanya.

 

(Aku melakukan sesuatu yang benar-benar kasar ketika aku membayangkan dia menjadi terlalu sulit untuk dikendalikan.)

 

Neinhar tersenyum dengna canggung, lalu mengambil teh di meja. Saat ini di kerajaan, bahkan minuman biaa seperti teh sekarang menjadi mewah. Dipengaruhi oleh halangan ekonomi oleh Sutherland karena alasan dari buruknya panen, mereka harus mengandalkan.

 

Neinharmenyeruput teh dengan murung, dan menyadari bahwa Otto sudah meluapkan kemarahannya. Otto memijat-mijat tangannya yang merah, mengingat percakapan tadi dan bertanya:

 

"Ngomong-ngomong, apa kau tidak ingin berterima kasih pada Perwira Tinggi?"

 

"Yah, aku berencana begitu, tapi Perwira tinggi pergi dengan kesan yang kauat, jadi aku tidak punya kesempatan untuk bicara."

 

"Haruskah aku memanggilnya lagi?"

 

"... Tidak apa-apa, kau tidak harus sejauh itu, simpan itu untuk lain hari. dna aku pikir pikirannya mungkin  asyik dengan kue sekarang."

 

Setelah mengatakan itu, Neinhart sadar dia sudah salah bicara. Seperti yang diharapkan, Otto mengomel "Itu semua kerena kau terlalu memanjakannya, Yang Mulia." dia menatap Paul. Tapi Paul tidak terganggu sama sekali, dan bahkan bersandar dengan nyenyak di sofa dan menikmati cerutunya.

 

"Ajudan Otto, jangan terlalu mengomel. Rencanamu bisa mungkin karena Perwira Tinggi Olivia mengambil kembali Benteng Lamburg. Jika kau tetap menegurnya, apa yang akan kau lakukan jika dia keluar kelkuar dan bergabung dengna Tentara Kekaisaran?"

 

"Ugh, y-yah..."

 

Kata-kata paul menusuknya, dan mata Otto menjadi gelap. Dia mungkin merasa bahwa situasinya cukup masuk akal.

 

Pembelotan adalah masalah yang sudah mewabah di Tentara Kerajaan. Pembelotan adalah satu hal, tapi ada cukup banyak yang bergabung ke Kekaisaran. Ada hal konyol saat seluruh pleton membelot dari tugas mereka dan bergabung dengan Tentara Kekaisaran.

 

Untuk memperingatkan pelanggar kedepannya, semua pembelot segera dieksekusi.

 

Mereka menyalib, membakar hidup-hidup, atau bahkan mengeksekusi dengan alat pemenggal.

 

Meskipun contoh-contoh itu, masih ada banyak prajurit yang membelot dengan resiko kematian.

 

Dengan kata lain, mengeksekusi prajurit yang membelot hanya menambah ketidakbahagiaan warga kota terhadap Tentara Kerajaan, yang mana ironis. Itu bisa disesali, tapi Tentara Kerajaan berada di situasi sulit.

 

Neinhart mengingat wajah bahagia Olivia saat dia memakan kuenya.

 

Berdasarkan laporan yang berhubungan dengan Olivia, dia bergabung ke Tentara Kerajaan dengan sukarela. Dia bahkan membawa banyak kepala Prajurit Kekaisaran sebagai hadiah. Dengan itu di pikirannya, Neinharg merasa itu tidak seperti aa yang Paul katakan terjadi padanya.

 

Tapi meskipun begitu, tidak menjamin bahwa dia tidak akan menghianati mereka. Dari kelakuan sembrononya, dia pasti bukan patriotik. dan dia tidak seperti dia mendaftar mendaftar jadi tentara untuk membuatnya besar.

 

Olivia memberi kesan bahwa jika Tentara Kekaisaran menyogoknya dengan segunung kue, dia akan segera membelot.

 

(Jadi, kenapa anak kecil itu bergabung dengan Tentara Kerajaan?)

 

Pertanyaan itu tiba-tiba datang ke pikirannya membuat Neinhart memegang dagu dan berpikir dalam-dala.

 

Kerajaan seperti sebuah menara hancur, dan itu tidak akan mengejutkan jika runtuh seketika. Dengan kemampuan Olivia, di akan diperlakukan lebih baik jika bergabung ke Tentara Kekaisaran. Itu tidak layak untuk membicarakan ini, berdasarkan posisi Neinhart, tapi dia tidak bisa mengerti kenapa dia bergabung ke Kerajaan dibanding kekaisaran.

 

"Letnan Kolonel Otto, apa kau sudah menanyai Perwira Tinggi Olivia kenapa dia bergabung menjadi Tentara?"

 

Neinhar bertanya pada Otto yang sudah berwajah masam sepertinya. Biasanya, militer tidak akan menanyai seorang prajurit alasan mereka mendaftar. Tentara hanya perlu tahu apakah prajurit bisa bertarung.

 

Bagaimanapun, Olivia yang mempunyai kekuatan bela diri yang luar biasa adalah sebuah pengecualian. Neinhart berhatip-hati Otto pasti akan bertanya padanya mengenai itu.

 

"... Aku bertanya, tapi aku mendapat jawaban yang omong kosong... Perwira Tinggi Olivia berkata ini adalah cara untuknya menemukan 'Z'."

 

Merasa senang bahwa Otto tidak menghianati ekspetasinya, Neinhart terus bertanya:

 

"Jadi dia bergabung menjadi Tentara untuk mencari seseorang?"

 

"Kelihatannya begitu."

 

"Itu benar bahwa mencari seseorang akan lebih mudah dengan informasi dari tentara... Tapi z, huh. Nama yang unik. Orang seperti apa dia"

 

"Itu terdengar tidak masuk akal, tapi Z yang Perwira Tinggi Olivia mengarah ke seorang 'Dewa Kematian'."

 

"--Hah? Dewa Kematian? Seseorang yang memegang sabit?"

 

Neinhart membuat gerakan dari sabit, dan Otto mengangguk dengna wajah yang masam. Tengkorak berjubah compang-camping yang memegang sebuah sabit benar-benar terkenal. Mungkin ada perbedaan antara deskripsi dari penulisnya, tapi mereka semua sama.

 

"Ini konyol."

 

"... Hmm, itu benar... "

 

Otto menggerutu.

 

(Hmm? Sikapnya sedikit samar.)

 

Ketika dia melihat Otto memegang-megang dagunya, sebuah pertanyaan terlinats pada Neinhart.

 

"Aku tidak berpikir itu mungkin, tapi Letnan Kolonel Otto, Apa kau pikir itu benar?"

 

"Mari lupakan mengenai mempercayainya untuk sekarang... biasanya, tidak seorangpun akan memalsukan kebohongan keterlalkuan itu. Aku juga berpikir bahwa itu terlalu konyol pada awalnya."

 

Tidak bisa meraih kesimpulan dengan dirinya sendiri, itu jarang melihat Otto kesulitan. Neinhart tidak tahu apa yang harus dikatakan, dan hanya mengakui dengan samar-samar. Paul tida sadar dari masalah ini, dan hanya tersenyum dengan heran dan berkata "Aku mengerti, dia mencari seorang Dewa Kematian."

 

(Ini tidak terduga. Apa dia metafora Dewa Kematian? Dari apa yang kudengar, dia sedang mencari seseorang --- apakah itu orang atau bukan, itu adalah alasan dia bergabung dengan Tentara Kerajaan. Bagaimanapun...)

 

Neinhart terus memikirkan itu lebih jauh, tapi dokumen d atas meja terlihat di matanya. Ada banyak masalah yang harus dia hadapi, dan tidak punya waktu untuk memikirkan perkataan Olivia.

 

Neinhart mengambil nafas dalam-dalam, dan mengambil dokumen di atas meja.

 

IV

 

Tentara Kerajaan, Benteng Gallia, Kantor Letnan Kolonel Otto

 

"Oh~ jadi kau adalah perwira rekomendasi Kolonel Neinhart..."

 

"Perwira Tinggi Claudia Lung, melapor pada Bala Tentara Ketujuh untuk bertugas! Aku di sini untuk menemuiu seperti yang diperintahkan!"

 

"Baik, terima kasih. Duduklah di bangku sebelah sana."

 

"Baik Pak, permisi."

 

Claudia duduk di meja seperti yang diperintahkan. Otto mengeluarkan cangkir dari lemari kaca, dan mengambil teko teh porselin putih.

 

"Letnan Kolonel Otto, kau tidak harus merepotkan dirimu!"

 

Claudia mencoba untuk berdiri, tapi Otto menghentikannya.

 

"Tapi--"

 

"Tidak apa-apa."

 

Otto mengentikan Claudia, dan menuangkan tekh dengan tangannya yang terlatih. Melihat bagaimana baiknya dia melakukannya, Claudia penasaran jika Otto tidak punya seorang sekertaris. Otto meletakan cangkir di atas meja di depan Claudia, dan aroma dari daun teh tercium oleh hidungnya.

 

"Maaf, tapi persediaan kami terbatas, dan kami kehabisan gula. Jadi tahanlah."

 

"Kau terlalu baik. Permisi."

 

Claudia meminum teh dengan sopan, dan mengembalikan cangkir itu ke atas meja. Dia tetap menegakan punggungnya, melihat Otto di matanya dan bertanya:

 

"... Letnan Kolonel Otto. Jika boleh, bolehkah aku tahu alasan kenapa aku dipindahkan dari Bala Tentara Pertama ke Bala tentara ketujuh?"

 

"Huh? Bukankah Kolonel Neinhart menjelaskan itu padamu?"

 

Otto terkejut.

 

"Yah Pak, dia tidak memberitahuku apapun. Karena dia kelihatan sibuk, aku tidak punya pilihan tapi bertanya pada Letnan Kolonel Otto secara langsung."

 

Otto tersenyum masam ketika dia mendengar penjelasan Claudia. Dia mengekspresikan ketidaksenangannya pada Neinhart bagaimanapun. Jika tidak tidak tahu Claudia adalah sepupu Neinhart, dia tidak akan membedakan apa yang dia terapkan.

 

"Aku mengerti, lalu aku akan langsung pada intinya. Perintah perpindahanmu adalah untuk menjalankan tugas dari wakil Perwira Tinggi Olivia-- tidak, dia Letnan Kedua sekarang. Tugasmu sekarang adalah wakil Letnan Kedua Olivia."

 

Dengan begiu, Otto memberikan sebuah dokumen pada Claudia.

 

"Aku menugaskanmu menjadi wakil... Izinkan aku membaca dokumen sebentar."

 

Claudia membaca dengan teliti dokumen di tangannya. Itu menyatakan pencapaian luar biasa dari subjeknya. Membunuh Samul si Penusuk Bengis, menemukan dan membunuh dua mata-mata yang menyusup ke Benten Gallia, dan hampir dengan mudah merebut kembali Benteng Lamburg.

 

"P-Pak... apa semua itu benar? Kan..."

 

"Yah, itu normal untukmu berpikir begitu. Tapi itu semua benar. Bagaimanapun..."

 

Otto tiba-tiba mengeluh.

 

"Apa ada masalah, Pak?"

 

"... Seperti yang kau lihat, kekuatan bertempur subjek itu sempurna."

 

"Tentu saja. Apa kau maksud dia punya masalah yang tidak disebutkan dalam laporan?"

 

Ketika Claudia menanyai itu, Otto mengangguk untuk menegaskannya:

 

"Itu seperti yang kau katakan, Perwira Tinggi Claudia. Letnan Kedua Olivia sangat kurang akal sehat dan etika. sejujurnya, itu sakit kepala yang besar."

 

"Hah, etika huh..."

 

Claudia tidak tahu apa yang harus dikatakan, dan hanya mengulangi kata-kata itu. Karena etika tidak terlihat seperti masalah besar.

 

"Kau mungkin berpikir bahwa masasah itu imu... Tidak, jangan pikirkan. Lupakan yang aku katakan."

 

"Yah pak, aku akan terus mengingatnya."

 

"Maaf. Seperti yang kamu ketahui, kami bersiap untuk merebut Kastil Kaspar. Kesuksesan dari operasi ini semua bergantung pada Letnan Kedua Olivia. Dan juga, kami perlu perwira hebat untuk menjadi wakil Letnan Kedua."

 

" ... Maafkan aku karena berterus terang, tapi perwira yang lain bisa menangani tugas ini juga, benar?"

 

Bala tentara Ketujuh tidak harus menjadi tersakiti untuk perwira yang berbakat. Claudia menekan saat memikirkan itu, tapi Otto segera menggelengkan kepalanya.

 

"Tidak banyak yang bisa terkendali di Letnan Kedua. Dia mungkin melihat dengan mata terang dan indah, tapi dia adalah seorang anak nakal di dalam dirinya. Jadi itu akan lebih mudah untuk seseorang dengan gender yang sama untuk menanganinya. Ini akan sangat melelahkan, tapi aku akan mengandalkanmu."

 

"Yah Pak, aku akan melakukan yang terbaik untuk mendukung Letnan Kedua Olivia sebagai wakilnya!"

 

Jawaban Claudia membuat Otto terdiam.

 

"Bagus. Aku sudah memberitahu Letnan Kedua Olivia bahwa kamu akan mengunjunginya. Dia harusnya berada di ruangannya. Kunjungilah dia nanti."

 

"Mengerti, aku akan kesana untuk menyapanya segera."

 

"Aku mengerti. Itu saja untuk sekarang, kau boleh pergi."

 

"Yah Pak, permisi."

 

Setelah meninggalkan kantor, Claudia mengeluh. Dari sikap Otto yang membuatnya mengambil tugas menyusahkan.

 

(Itu semua adalah kesalahannya karena merencanakan ini semua tanpa memberitahuku.)

 

Claudia menggerutu pada Neinhart yang merekomendasinya, dan menuju ruangan Olivia.

 

Di luar ruangan Olivia, Claudia memeriksa bajunya. Melihat bahwa itu baik-baik saja, dia mengetuk pintu, dan mendengar suara dari dalam.

 

"Clauda?"

 

Claudia menjadi terdiam ketika namanya dipanggil. Dia menaikan nada suaranya dan menjawab:

 

"Yah Madam! Aku Perwira Tinggi Claudia Lung, dan akan melayani sebagai wakil Letnan Kedua Olivia dari hari ini sampai seterusnya! Aku di sini untuk menyapamu!"

 

"Yah, aku dengar itu dari Ajudan Otto~ masuklah."

 

"Yah Madam, permisi menggangu."

 

Ketika dia membuka pintu, Claudia menghembuskan nafas mengeluh di depannya. Gadis yang terbaring di kasurnya itu terlalu cantik, seolah-olah dia adalah boneka. Ketika Claudia terpesona karena kecantikan Olivia, mata mereka bertemu. Berhati-hati untuk tidak menginjak buku-buku yang berserakan di lantai, Claudia menghormat dengan tergesa-gesa.

 

"Aku Olivia, senang bertemu denganmu!"

 

Olivia menegakan tubuhnya dan kembali menghormat dengan tersenyum. Lalu dia berbaring kembali dan melanjutkan membaca.

 

(... Ehh!? Itu saja!?)

 

Claudia berpikir itu adalah sebuah ujian, tapi dia hanya melihat bukunya dengan asyik. Claudia lalu mengingat apa yang Ajudan Otto katakan. Karena dia adalah wakilnya, Claudia harus mengerti situasi Olivia lebih baik.

 

Dengan itu di pikirannya, Claudia mencoba mengobrol dengannya.

 

"E-Erm, Letnan Kedua Olivia? Ada begitu banyak buku di ruanganmu."

 

"Hmm ... ? Aku membeli semua buku-buku yang menarik kata Ashton dari ibukota. Terima kasih karena itu, bonus bayaranku dari Letnan Jenderal Paul semuanya habis sekarang. Buku-buku sungguh mahal."

 

Olivia menjawab dengan matanya yang melihat pada buku. Claudia terkejut karena jawabannya, tapi terus melanjutkan percakapan.

 

"Letnan Kedua Olivia, jadi kamu suka buku. Ngomong-ngomong, siapa Ashton yang kamu sebutkan itu?"

 

" ... ... Claudia bertanya hal yang sama seperti Ajudan Otto. Ashton adalah Ashton. Seorang manusia."

 

Olivia akhirnya mengubah pandangan dari buku, dan melihat pada Claudia dengan kebingungan. Mata gelapnya menunjukan bahwa dia tidak bercanda.

 

(Aku mengerti ... Ini benar-benar sesuatu. Neinhart onii-san kau jahat, aku akan mengingat ini.)

 

Claudia mengeluh di hatinya, tapi masih menunjukan wajah yang tulus.

 

"Itu seperti yang kamu katakan, Letnan Kedua Olivia. Aku minta maaf karena bertanya sesuatu yang sudah jelas."

 

Claudia membungkuk meminta maaf, dan Olivia menggelengkan kepalanya:

 

"Yah~ tidak apa-apa. Tapi betapa anehnya, kenapa semua orang suka bertanya pertanyaan yang sudah jelas ... ? Apa itu kesalahanku bahwa aku tidak bisa menjelaskan kata-kataku dengan benar pada orang lain?"

 

"Tidak, itu tidak benar."

 

"Aku mengerti ... baiklah lalu. Kau sudah selesai dengan sapaanmu, benar? Kau bisa pergi sekarang."

 

Lalu, Olivia kembali menatap bukunya untuk ketiga kalinya. Itu semua yang sudah dia katakan. Claudia menghormat pada Olivia yang berbaring di kasurnya:

 

"Lalu aku akan pergi! Jangan ragu untuk mencariku jika kamu butuh sesuatu!"

 

"Yah, mengerti."

 

Claudia meninggalkan ruangan, lalu bersandar pada tembok mengeluh untuk kedua kalinya hari ini, yang mana lebih berat dari yang pertama. Lalu dia mengambil langkah dengan cepat dan menuju ruangan Neinhart.